SIDOARJO. KemiriNews. Com |Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa
Timur II lakukan sosialisasi secara daring dengan Dewan Pengurus Daerah Asosiasi
Pengusaha Real Estate Indonesia (DPD REI) Jawa Timur berkaitan dengan insentif Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun dengan harga jual paling banyak 5 miliar rupiah.
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun 2023 yang mulai berlaku tanggal 1 November 2023 (Jum’at, 1/12).
Kepala Kanwil DJP Jatim II Agustin Vita Avantin yang diwakili oleh Kepala Bidang
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jatim II Heru Susilo. Pada pembukaan sosialisasi menjelaskan tujuan pemberlakuan kebijakan ini adalah untuk mendorong daya beli masyarakat terhadap properti untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional dalam dinamika perekonomian global.
“Industri properti adalah salah satu industri yang memiliki multiplier effect yang besar.
Kontribusi terhadap PDB sebesar 14-16% dan kontribusi terhadap penerimaan pajak 9,3%
atau sebesar Rp185 Triliun per tahun harapannya melalui insentif ini terjadi peningkatan aktivitas industri properti yang akan berdampak positif terhadap aktivitas ekonomi terkaitlainnya,” kata Heru.
Fungsional Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jatim II sebagai pemateri lalu menjelaskan bahwa
PPN DTP diberikan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) maksimal 2 miliar rupiah yang
merupakan bagian dari harga jual paling banyak 5 miliar rupiah.
Berdasarkan Pasal 7 PMK ini, PPN DTP yang diberikan terbagi atas dua periode. Untuk
penyerahan rumah periode 1 November 2023 sampai dengan 30 Juni 2024, PPN ditanggung
pemerintah sebesar 100% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Untuk penyerahan periode 1 Juli 2024 sampai dengan 31 Desember 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 50% dari DPP.
Lebih lanjut, kebijakan ini dapat dimanfaatkan setiap satu Nomor Induk Kependudukan (NIK)
atau satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain itu, insentif ini hanya diberikan atas
penyerahan rumah tapak baru atau satuan rumah susun baru yang telah mendapatkan kode identitas rumah dari aplikasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sebagai pengingat PPN adalah pajak yang dikenakan diantaranya atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Lalu mekanisme alur pemungutannya sebagai berikut:
- PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 11% dari harga jual atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan PPN yang akan di setorkan ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi.
- Apabila pembeli BKP/JKP berstatus Pemungut PPN, PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, Pemungut PPN hanya
membayar kepada PKP penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (11%) disetor langsung ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi. - PKP penjual mempunyai Pajak Masukan dari pembelian/perolehan BKP/JKP yang
dikenakan PPN dan merupakan PPN di bayar dimuka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya. - Apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat di kompensasi ke masa
pajak berikutnya, atau dapat dimintakan restitusi. - PKP wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia menganut prinsip Self Assessment. (Kus)